Menumbuhkan Hardiness Personality

Penulis: Dr. Hadi Suyono, S.P.Si, M.Si
| Dosen Fakultas Psikologi UAD
Hidup adalah ketidakpastian. Tak ada orang tahu akan terjadi sesuatu peristiwa pada waktu yang akan datang. Karena kepastian sesungguhnya milik Ilahi semata.

Maka sebagai hamba dari Maha Yang memiliki kepastian perlu berusaha menghadapi dan melakoni apapun kejadian yang hadir. Sebab kalau tidak bisa mengemban beban kehidupan yang berada di depannya berdampak pada gangguan keseimbangan psikologis. Sebagai bukti koran ini melaporkan orang-orang yang mengalami gangguan jiwa secara kuantitas terus meningkat. Ganggungan jiwa seseorang dipicu menjinjing beban hidup yang semakin tak tertahan.

Gambaran itu bisa saja membuat masing-masing individu memiliki peluang mengalami gangguan jiwa. Gangguan jiwa siap meneror kapan saja, karena drama kehidupan terus bergulir sepanjang waktu. Tidak ada yang tahu tiba-tiba terjadi likuifaksi. Tanah bergeser. Ambles. Satu kampung lenyap. Tiba-tiba terjadi pesawat jatuh di laut. Seluruh awak pesawat dan penumpang meninggal. Padahal beberapa jam sebelumnya, barangkali di antara penumpang masih ada yang bertegur sapa dengan orang-orang yang disayangi. Tetapi selepas ini tak pernah bertemu selama-lamanya. Tentu masih banyak drama kehidupan lain yang membikin hati kelu.

Sekali lagi, hidup memang tidak pasti. Melihat realitas ini sebagai pribadi sangat penting memiliki kemampuan psikologis menghadapi berbagai macam kejadian. Peristiwa apapun yang menghadang, idealnya pribadi tetap dalam kondisi stabil. Untuk mewujudkan idealisasi ini, ada baiknya menyimak catatan Si Burung Merak:
Kemarin dan esok
adalah hari ini
bencana dan keberuntungan
sama saja
Langit di luar,
Langit di dalam,
Bersatu dalam jiwa

Barangkali dari catatan Rendra dapat diambil pelajaran agar seseorang kuat menjalani hidup penuh tantangan. Peristiwa baik maupun peristiwa buruh harus dikelola dengan pribadi tangguh. Kepribadian tangguh merupakan kunci agar seseorang terampil menapaki jalan terjal kehidupan. Dalam psikologi dikenal dengan hardiness personality. Kobasa menjelaskan Hardiness personality merupakan karakteristik kepribadian pada diri sebagai sosok lebih kuat, tahan, dan stabil saat menghadapi stress. Stres terjadi akibat dari badai stimulasi peristiwa bikin pribadi tergoncang. Manfaat lain dari hardines personality adalah seseorang bisa mengurangi dampak negatif apabila mendapati peristiwa yang membuat stres.

Cara yang dilakukan untuk menumbuhkan hardiness personality tergantung kontrol diri. Kontrol diri merupakan aspek psikologis memberi ruang belajar dari pengalaman untuk mempunyai rasa optimis. Optimisme ini menjadikan seseorang memiliki kontrol diri kuat sehingga mampu menyelesaikan seberat apapun problem.

Aspek komitmen tak ketinggalan menyertai aspek psikologis menabur hardiness personality. Komitmen merupakan aspek psikologis yang menarik. Karena peristiwa negatif dapat dievaluasi oleh seseorang menjadi bermakna. Ada hikmah dari suatu peristiwa negatif. Dalam hal ini bisa belajar dari Viktor Frankl yang menemukan logoterapi. Di balik dari penderitaan hidup. Ada suatu hikmah yang dapat dipanen.Bila seseorang bisa mengambil hikmah dari peristiwa negatif.

Optimisme ini menjadikan seseorang memiliki kontrol diri kuat sehingga mampu menyelesaikan seberat apapun problem.

Untuk memberikan contoh perkenankan bercerita pengalaman pribadi. Waktu itu masih kelas 1 sekolah menengah pertama. Ayah secara tiba-tiba pergi selama-lamanya. Tentu kematian Ayah secara mendadak bikin keluarga terpukul. Termasuk saya. Ayah satu-satunya pendulang rezeki keluarga. Namun seiring dengan berjalannya waktu, saya merasa bersyukur menemukan hikmah dari meninggalnya Ayah. Hikmahnya adalah sebagai anak yatim ternyata menjadi proses pembelajaran untuk melatih diri agar hidup menjadi lebih mandiri.

Selanjutnya aspek psikologis tak boleh ditinggalkan adalah tantangan. Tantangan menjadi aspek strategis mengembangkan hardiness personality yang memberi kekuatan bertahan hidup pada situasi kurang menguntungkan bagi pribadi. Ini karena tantangan menstimulasi sikap selalu memandang positif bagi peristiwa hidup yang dialaminya. Sehingga dalam diri tumbuh resiliensi, yaitu seseorang tetap memberi kontribusi terbaik dan berperan optimal pada lingkungan. Meski seseorang tersebut sedang mengalami situasi buruk sekalipun. Semoga…!!!

*Tulisan ini sebelumnya pernah diterbitkan di Koran Harian Radar Jogja

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

close