Cerita Endang dari “Texas”


Penulis: Dr. Hadi Suyono, S.P.Si, M.Si
| Dosen Fakultas Psikologi UAD
Nama aslinya Endang Saputra. Namun dirinya lebih dikenal dengan Endang Yang Muda Berkarya. Nama keren yang melekat dibelakang nama sebenarnya merupakan sebutan populer organisasi nirlaba dan independen yang didirikannya.

Yang Muda Berkarya menjadi wadah menyalurkan kreati­vitas, mengalirkan energi berkarya, dan menaburkan aroma kebaikan bagi lingkungan sekitar yang anggotanya rata-rata berusia muda.

ADAPUN andalan program dari Yang Muda Berkarya mendirikan perpustakaan di kampung-kampung terpencil. Aktifitas membangun perpustakaan bertujuan meningkatkan minat baca di kalangan kaum muda di kampung tersebut. Tujuan ini sungguh seksi karena bisa menjawab persoalan kekinian mengenai kultur kaum muda yang sudah menjauh dari dunia literasi. Minimnya daya literasi kaum muda barangkali sejak dunia teknologi menemukan adanya smartphone.

Coba menoleh sejenak..! Luang waktu memperhatikan keseharian perilaku kaum muda. Tak mau melepaskan smartphone. Bangun tidur sampai mau tidur selalu bersama smartphone, smartphone, dan smarthphone lagi. Ibarat smart phone sudah menjadi menu wajib. Tak punya quota seolah dunia sudah berhenti. Makanya kalau punya uang dan diminta memilih untuk beli quota atau buku secara menyakinkan mereka akan menjatuhkan pilihannya beli quota. Realitas ini memiliki efek, bila kurang kontrol diri dalam penggunaan smart phone bisa “membunuh” kaum muda.

Dengan begitu smartphone mengakibatkan buku semakin menjauh dari kaum muda. Kaum muda banyak disibukkan dengan media sosial dan ngegame. Sehingga kaum muda tak punya waktu lagi membaca buku. Kondisi tersebut yang menyebabkan kaum muda meminggirkan buku dari agenda keseharian. Dampak lebih jauh dari keengganan kaum muda membaca buku membuat khasanah wawasan dan pengetahuan mengering. 

Maka sesunggungnya upaya yang dilakukan oleh Endang dengan karya nyata mencerdaskan kehidupan bangsa melalui program membudayakan literasi untuk meruntuhkan stereotipe “Texas”.

Akibatnya kaum muda sering melakukan tindakan tak masuk akal yang merugikan diri sendiri. Gank motor, klithih, nyabu, dan tingkah menyimpang lain merupakan bukti dangkalnya wawasan dan pengetahuan pelakunya yang tak sedikit dilakukan kaum muda.
Sadar akan realitas itu, Endang melawan arus. Dirinya menginisiasi gerakan literasi menumbuhkan minat baca kaum muda. Perpustakaan di berbagai wilayah didirikannya mempunyai maksud menyuburkan literasi kaum muda. Buku koleksi perpustakaan dia peroleh dari kolega melalui jejaring dunia maya. Buku yang dikirim dari donatur didistribusikan pada perpustakaan binaannya.

BACA JUGA:

Harapan Endang dengan kemampuan literasi yang memadai, kaum muda di daerah pinggiran mempunyai wawasan dan pengetahuan luas. Jangkauan pengetahuan dan wawasan mendalam dapat mencerdaskan kaum muda. Sehingga kaum muda bisa melakukan kegiatan produktif memetik keberhasilan masa depan.

Diawali dari perpustakaan, Endang mengembangkan program utama lain. Endang menyelenggarakan program Inspirasi-Ku. Bentuk kegiatannya adalah mendatangkan tokoh lokal maupun luar daerah memberikan inspirasi pada kaum muda pedesaan yang tinggal di daerah terpencil. Tokoh tersebut menjadi motivator dadakan. Tokoh diminta memotivasi kaum muda pedesaan merajut mimpi. Kaum muda pedesaan, kalau mau bekerja keras, usaha yang serius, dan memperjuangkan mimpi-mimpinya bisa menjadi orang sukses.
Kreasi mulia membikin kegiatan yang bermanfaat buat kaum muda di sekitarnya didorong oleh pengalaman hidupnya yang berasal dari “Texas”.

Endang lahir dari Lembak, Rejang Lebong yang terlanjur diberi label “Texas”. “Texas” merupakan steretotipe untuk mendiskripsikan Lembak adalah wilayah rawan kriminalitas. Di antara warganya menjadi preman dan begal. Adanya warga setempat bekerja dengan melanggar hukum, maka daerah tersebut menjadi tak aman. Situasi rawan kriminalitas membuat orang melewati daerah itu merasa was-was. Motor bisa di rampas.

Bukan hanya harta benda. Resiko lain dapat menjadi korban penganiayaan. Merk “Texas” semakin terasa lekat saat terjadi pemerkosaan dan pembunuhan yang dilakukan oleh 14 kaum muda di sana. Gadis naas yang diperkosa dan dibunuh itu bernama Yuyun. Kasus ini menghebohkan pemberitaan dan sempat viral.

Maka sesunggungnya upaya yang dilakukan oleh Endang dengan karya nyata mencerdaskan kehidupan bangsa melalui program membudayakan literasi untuk meruntuhkan stereotipe “Texas”. Dan Endang berhasil melakukannya. Endang mampu membuktikan bahwa tidak benar wilayahnya menjadi kampung preman. Buktinya masih ada kaum muda dari “Texas” yang berbuat baik bagi kehidupan.

Karena kiprahnya tersebut, Endang layak memperoleh penghargaan sebagai Pemuda Pelopor bidang pendidikan tingkat nasional dan duta baca Provinsi Bengkulu.

Hikmah yang bisa dipetik dari cerita Endang adalah tak berlaku suatu teori yang menjelaskan anak ibarat kertas putih, mau jadi warna apa saja tergantung lingkungannya. Karena untuk menjadi sukses tidak seratus persen tergantung pada lingkungan. Tetapi sejauh mana diri sendiri berusaha secara terus menerus mewujudkan keberhasilan dalam hidupnya.

Maka tak usah merasa ciut nyali kalau berasal lingkungan yang kurang menguntungkan, anda bisa seperti Endang...!!!!

*Tulisan ini sebelumnya pernah diterbitkan di Koran Harian Radar Jogja 11 Desember 2018

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

close