M. Saleh: Hari Santri Adalah Momentum Memerangi Hedonisme

Mohammad Saleh
KOPICURUP,ID - Tanggal 22 Oktober adalah hari santri nasional. Anggota DPR RI dari Bengkulu, Mohammad Saleh, mengajak semua elemen masyarakat untuk menjadikan hari santri sebagai momentum dalam memerangi pola hidup hedonis yang saat ini mulai menjangkiti masyarakat modern. 

Menurut anggita Fraksi Partai Golkar tersebut, peringatan hari santri tidak boleh dimaknai hanya sebagai bentuk penghargaan pemerintah kepada pesantren, sebagai salah satu sistem pendidikan yang berkembag di Indonesia. Lebih dari itu, peringatan hari santri juga harus dijadikan sarana untuk menginternalisasi kultur dan budaya hidup yang dikembangkan di dunia pesantren. Seperti kesederhanaan, kebersamaan, dan keteguhan berpegang teguh pada prinsip-prinsip agama.

“Hari Santri bukan hanya untuk komunitas pesantren. Tapi untuk semua masyarakat Indonesia. Di sinilah relevansi di balik peringatan hari santri nasional. Artinya, banyak nilai-nilai, tradisi, serta budaya santri yang bisa diteladani. Salah satunya adalah pola hidup bersahaja,” jelas mantan Ketua DPD RI tahun 2016.

Pola hidup bersahaja yang ditradisikan pesantren, menurut pria asli Bengkulu tersebut sangat efektif untuk menangkal budaya hidup hedonis yang mulai bersemi di tengah-tengah masyarakat Indonesia. 

“Saya sangat prihatin melihat masyarakat Indonesia mulai menunjukkan budaya hidup hedonis. Suka bersenang-senang, menghamburkan uang untuk hal-hal yang tidak penting, melakukan pergaulan bebas, sangat individualistik, dan lain sebagainya. Mereka menganggap itu bagian dari budaya modern. Padahal menurut saya bukan. Semua itu tidak ada dalam akar sejarah budaya masyarakat ketimuran,” paparnya.

“Masyarakat Nusantara itu terkenal punya kepekaaan sosial yang tinggi, suka bergotong-royong, dan menjunjung tinggi adab sopan-santun. Nah, semua tradisi positif ini masih diterapkan di pesantren. Inilah yang harus kita tiru. Dan, momentnya adalah saat ini. pada peringatan hari santri nasional,” tambah pria yang juga dikenal sebagai penguasaha tersebut.

Lebih lanjut, Saleh menegaskan bahwa peringatan hari santri tidak boleh berakhir dengan menggelar upacara, anjuran mengenakan busana ala santri bagi para guru dan siswa sekolah, atau menyelenggarakan lomba-lomba bertemakan keagamaan. Karena yang lebih utama adalah makna di balik peringatan hari santri itu sendiri. 

“Selama ini hari santri diperingati dengan menggelar upacara, mewajibkan siswa-siswa sekolah mengenakan busana muslim, atau mengadakan lomba-lomba, seperti lomba tilawatil qur’an, lomba membaca kitab kuning, lomba seni tulis kaligrafi, dan lai-lain. Semua kegiatan itu sangat baik, dan saya sangat mendukung agar ditingkatkan dari tahun ke tahun. Tapi ingat, yang lebih penting dari semua aspek seremonial ini adalah seberapa banyak nilai-nilai luhur tradisi pesantren yang bisa kita serap, lalu kita jadikan sebagai benteng untuk melindungi bangsa Indonesia dari serbuan budaya luar, terutama yang bercorak hedonis itu,” pungkasnya.[] 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

close