Peluang Pemuda Jadi Kepala Daerah, tak Bisa Dipandang Sebelah Mata
04/11/22
Ilustrasi |
Kemudian, pada Pilkada 2020 Hendra Wahyudiansyah berhasil menjadi Wakil Bupati Rejang Lebong yang berpasangan dengan Bupati Syamsul Effendi. Kemudian Calon Bupati, Fikri Thobari, mampu bersaing meraih suara terbanyak kedua setelah pasangan Syamsul - Hendra.
Hal tersebut membuktikan, bahwa pemuda punya kans dan sangat berpeluang menjadi orang nomor satu di Bumi Pat Petulai ini. Sehingga tak bisa dipandang sebelah mata. Apalagi sekarang ini merupakan era mileneal, mungkin sudah saatnya pemuda menunjukkan perannya menjadi kepala daerah.
Jika kandidat calon kepala daerah mampu meramu dan menyatukan seluruh suara kaum milineal, sehingga kompak menjadi pemilihnya. Tentu sudah lebih dari cukup untuk modal agar menjadi pemenang pemilu.
Tidak hanya di Rejang Lebong, di beberapa daerah lainnya sudah banyak yang membuktikan, bahwa pemuda layak menjadi seorang kepala daerah. Mereka berhasil menyingkirkan para senior-seniornya. Contohnya saja, Bupati Penajam Paser Utara, Kalimatan Timur, Abdul Gafur Mas'Ud, dia disebut sebagai Bupati Mileneal, karena memang usianya masih sangat muda, kelahiran 7 Desember 1987. Belakangan ini namanya semakin viral, karena daerah pimpinannya menjadi salah satu lokasi calon ibu kota negara. Selain itu, Wakil Gubernur Jawa Timur, Dr. H. Emil Elestianto Dardak, M.Sc juga masih tergolong sangat muda, kelahiran 20 Mei 1984, sebelum dia resmi menjadi Wakil Gubernur Jawa Timur pada 13 Februari 2019, dia juga pernah menjabat sebagai Bupati Trenggalek sejak 17 Februari 2016 hingga 12 Februari 2019. Bahkan menariknya, Mochamad Nur Arifin yang sekarang menjabat sebagai Bupati Trenggalek, menggantikan posisi Emil, (sebelumnya wakil bupati) usianya baru 29 tahun. Pria yang biasa disapa Gus Ipin ini kelahiran 7 April 1990.
Menanggapi fenomena tersebut, pengamat politik UPN Jakarta Andriadi Achmad mengungkapkan bahwa hal tersebut bukanlah sesuatu yang baru. Jika di flashback ke belakang, bahwa sejarah perjuangan merebut kemerdekaan Negera Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini dulunya dilakukan oleh pemuda. Para tokoh pendiri bangsa pada saat itu usianya masih cukup muda.
"Kita lihat Soekarno, presiden pertama RI. Dulu pada saat memproklamirkan kemerdekaan RI usianya masih 44 tahun. Kemudiah Moh. Hatta, pada saat itu masih berusia 43 tahun. Selanjutnya ada Soetan Sjahrir yang menjabat sebagai perdana menteri pertama masih berusia 36 tahun dan masih banyak tokoh lainnya yang mampu menjadi pemimpin disaat usianya masih muda," ujar Andriadi.
Hanya saja, lanjut penulis Buku Politik Kesukuan Dalam Pilkada itu, pada masa orde baru kemunculan para pemuda ini terkesan dihalang-halangi, sehingga kepemimpinan pemuda menjadi mandeg. Pemuda dianggap belum mampu, belum berpengalaman dan sebagainya. Barulah setelah era reformasi, gerakan pemuda kembali bangkit, banyak tokoh-tokoh politik dengan usianya yang masih relatif sangat muda.
"Partai politik harus menyiapkan kader terbaiknya sebagai generasi penerus. Hal tersebut demi keberlangsungan partai itu sendiri kedepannya. Jika tidak ada regenerasi, partai politik bisa bubar dengan sendirinya," jelas Direktur Eksekutif Nusantara Institute PolCom SRC (Political Communication Studies and Research Center).
Pengamat politik kelahiran tanah Rejang itu mendorong partai politik agar membuka kran kesempatan kepada pemuda. Dia mengaku yakin, jika pemuda diberi kesempatan menjadi calon kepala daerah, peluangnya untuk menang cukup besar. Apalagi saat ini gaung mileneal sudah mulai menggema.
"Pada prinsipnya saya sangat mengapresiasi tampilnya tokoh-tokoh muda. Tampilnya anak muda merupakan sebuah kemajuan besar, itu sebuah langkah maju yg luar biasa. Pengalaman bukan menjadi alasan, tetapi harus diberi kesempatan," pungkas Andriadi.(*)