Hasil Panen Menurun, Harga Kopi di Rejang Lebong Tembus Rp30 ribu per Kg: Hukum Pasar Berlaku?

Hasil Panen Menurun, Harga Kopi Tembus Rp30 ribu per Kg: Hukum Pasar Berlaku?
Petani kopi di Rejang Lebong tengah memetik buah kopi/Foto: Iman Kurniawan

KOPICURUP.ID
- Disaat hasil panen kopi tahun ini menurun drastis, harga kopi di tingkat pengepul tembus Rp30 ribu - Rp32 ribu per Kg.

Tetapi, ketika hasil panen kopi melimpah ruah, harga kopi di tingkat pengepul anjlok berkisar Rp18 ribu - Rp20 ribu per Kg, bahkan bisa lebih murah lagi.

Di sini tampak jelas kalau hukum pasar itu berlaku. Semakin langka atau sedikit jumlah barang, maka akan semakin mahal harganya. Sebaliknya, semakin melimpah ruah, maka harga yang ditawarkan pun semakin turun.

Hukum pasar ini berlaku bukan hanya untuk komoditas kopi, termasuk juga kebutuhan bahan pokok dan komoditas lainnya.

Baca Juga: Masker Kopi untuk Kulit Berminyak, Wajah Jadi Fresh dan Glowing

Banyak contoh lainnya, pada saat hasil panen beras lokal sedikit, harga besar di pasaran pun jadi mahal. Namun, ketika beras dari luar mulai masuk, harga beras kembali turun. Begitu pula dengan sayur mayur. Cabai misalnya, pada saat cabai dari luar daerah sudah masuk dalam jumlah besar, harga cabai yang tadinya mahal bisa turun seketika.

Masih ingat peristiwa beberapa waktu lalu ketika minyak goreng mengalami kelangkaan. Jika biasanya minyak goreng per liter hanya Rp12 ribu, di pasaran bisa tembus hingga Rp30 ribu per liter. 

Begitu pula dengan LPG 3 Kg menjelang hari raya Idul Fitri beberapa waktu lalu. Banyak masyarakat yang memanfaatkan peluang kelangkaan LPG 3 Kg tersebut dengan menjual hingga Rp30 ribu per tabung, bahkan ada yang menjual Rp50 ribu per tabung.

Semakin sedikit jumlah barang, maka akan semakin tinggi harganya

Kembali kepada kopi. Hampir sebagian besar masyarakat Rejang Lebong adalah petani kopi. Bahkan, perekonomian Rejang Lebong masih sangat bergantung pada kopi. Jika harga kopi mahal, maka pasar-pasar di Rejang Lebong akan ramai pembeli. 

Tahun 2023 ini harga kopi termasuk mahal, Rp30 ribu per Kg, lebih mahal dari harga kopi di tahun 1998 lalu. Tetapi, kenapa pasar-pasar masih sepi?

Salah seorang petani kopi di kawasan Simpang Poak, Rejang Lebong, Anasrul mengatakan, bahwa dia menanam 3.000 batang kopi jenis robusta. Biasanya dia bisa mendapatkan biji kering hingga 3 ton, namun kini turun tinggal 1,5 ton dan itu pun harus banyak dipupuk, jika tidak hasilnya bisa lebih kurang lagi dari itu.

Baca Juga: Kisah Putra Rejang Lebong Bengkulu, Akhadiat Denny, Jadi Musisi Papan Atas di Malaysia

Jadi di sini kami menduga, tingginya harga kopi saat ini, dikarenakan jumlah kopi yang sedikit. Berbeda halnya jika hasil panen kopi melimpah ruah, seperti tahun-tahun sebelumnya, mungkin harga kopi jauh lebih murah.

Berkaca dari hal tersebut di atas, artinya petani kopi sebenarnya memiliki daya tawar atau bisa menentukan harga kopi sendiri. Kok bisa? Ya bisa. Coba saja bayangkan, kalau semua petani kopi menahan hasil panennya tidak segera dijual. Hasil panen disimpan, sampai ada kekecocokan harga dengan pembeli. Kasarnya, kalau anda mau kopi, harganya sekian. Penting juga bagi petani untuk membaca dan mengetahui harga kopi dunia. Sehingga, tidak selalu dipermainkan oleh tengkulak.

Sebenarnya, para pengepul sangat bergantung sekali kepada petani. Mereka membutuhkan kopi setiap harinya mencapai puluhan ton, untuk dikirim ke perusahaan-perusahaan besar. Apalagi mereka sudah terlanjur menandatangani kontrak dengan perusahaan tersebut. Barang yang harus dikirim ke perusahaan itu jumlahnya mencapai puluhan ton per harinya. Bayangkan saja, kalau seluruh petani kopi menahan kopinya tidak langsung dijual, apa tidak bikin puyeng. Di sini artinya, petani punya daya tawar. Petani yang punya barang, ya petani yang menentukan harga.

Belajar Kepada Bermani Coffee 

Owner Bermani Coffee, Haris Gunawan mengungkapkan bahwa petani kopi sebenarnya bisa menetapkan harga kopinya sendiri, tidak bergantung kepada harga pasar.

Hal tersebut sudah dia buktikan sendiri, dengan menjual produk Bermani Coffee dengan harga yang terbilang cukup tinggi.

Kopi bubuk Bermani Coffee proses natural dia jual hingga mencapai Rp200 ribu per Kg atau Rp50 ribu per kemeasan 200 Gram. Sedangkan kopi bubuk Bermani Coffee Wine, bisa mencapai Rp500 ribu per Kg.

Meski dijual dengan harga yang cukup tinggi, kenyataannya Bermani Coffee tetap memiliki pasarnya sendiri. Berapa pun jumlah produksinya selalu ludes terjual.

"Mungkin pada hari ini, Bermani Coffee termasuk kopi termahal di Kabupaten Rejang Lebong, bahkan Provinsi Bengkulu. Kita pemilik kopi, kita yang menentukan harganya," ungkap Haris.

Baca Juga: Bengkulu Tempo Dulu: Kejayaan dan Hubungan dengan Kerajaan Besar

Hanya saja, agar bisa menjual kopi dengan harga tinggi, mutu dan kualitasnya harus benar-benar teruji dan terjaga. Mulai dari perawatan hingga proses pasca panen.

Haris mengaku, untuk mencari profil hingga menemukan cita rasa Bermani Coffee yang berkarakter membutuhkan waktu 1 tahun lamanya. Hingga puncaknya pada tahun 2019, Bermani Coffee berhasil meraih penghargaan juara 1 dunia atau Medali Gold di ajang kejuaraan kopi internasional AVPA Paris, Prancis.

"Sebenarnya, kualitas kopi Rejang Lebong sudah cukup baik, hanya saja lemahnya pada proses perlakuan dari mulai perawatan hingga pasca panen. Butuh konsistensi untuk menjaga mutu dan kualitas," katanya.

Di samping itu, haris mengatakan, jika dia tidak pernah memproduksi kopi bubuk dalam jumlah besar. Dalam seminggu, hanya berkisar 200 - 300 Kg saja. Meskipun sebenarnya, permintaan kopi bubuk Bermani Coffee cukup tinggi. Hal tersebut dia lakukan agar harga Bermani Coffee di pasaran bisa tetap stabil.

Butuh Peran Pemerintah

Sebagian besar masyarakat Rejang Lebong Provinsi Bengkulu merupakan petani. Tak heran apabila perekonomian Kabupaten Rejang Lebong masih sangat bergantung kepada petani.

Sering kali mendengar keluhan dari para petani, sayur-mayur khususnya. Baru saja petani ini menikmati harga sayur-mayur yang mulai naik harganya, tiba-tiba masuk sayur-mayur dari luar daerah ke Rejang Lebong dalam jumlah besar. Sehingga, harga sayur-mayur akhirnya kembali turun.

Karena itu sangat dibutuhkan peran pemerintah daerah, agar membuatkan regulasi yang tepat, dengan tujuan menjaga stablitas harga komoditi sayur-mayur tingkat lokal.

Baca Juga: Megawati, Kelawai dan Koruptor

Memang, pemerintah tidak bisa melarang komoditi sayur-mayur ini masuk. Tapi setidaknya, jika ada regulasi yang tepat dan sesuai dengan aturan perundang-undangan, bisa menjaga stabilitas harga sayur-mayur lokal. Misalnya, pemerintah menerapkan retribusi yang cukup tinggi untuk setiap komoditi sayur-mayur yang masuk ke Rejang Lebong. 

Sebab itu, Terminal Agribisnis di Simpang Nangka harus dihidupkan kembali. Seluruh komoditi dari luar daerah, wajib masuk ke terminal. Dengan adanya regulasi tersebut, mudah-mudahan, selain bisa menjaga stabilitas harga sayur-mayur lokal, juga bisa menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD). 

Tentunya, reguliasi harus dibuat tepat dan ketat, agar tidak dimanfaatkan oleh oknum tertentu demi mendapatkan keuntungan pribadi. Sebab, dengan adanya retribusi ini sangat rawan terbukanya celah pungutan liar (pungli). Tidak sedikit oknum yang "bermain" memanfaatkan keadaan, menentukan tarif sendiri di luar tarif yang berlaku.

Sementera itu, untuk menjaga stabilitas harga kopi, apakah pemerintah daerah bisa membuat aturan terkait dengan penentuan harga kopi? seperti, Perbup atau Pergub tentang penetapan harga kopi.

Baca Juga: Peluang Pemuda Jadi Kepala Daerah, tak Bisa Dipandang Sebelah Mata

Sebab, penulis berkaca pada komoditi kelapa sawit. Di mana, pemerintah membuat regulasi berupa Peraturan Gubernur yang mengatur tentang pedoman pelaksanaan penetapan harga pembelian tandan buah segar (TBS) kelapa sawit produksi perkebunan di Provinsi Bengkulu.

Apakah peraturan gubernur itu juga bisa dibuat untuk penetapan harga kopi? Di sini penulis tidak bisa menjawabnya, hanya pihak berwenang yang lebih memahami. Akan tetapi, seandainya regulasi tentang penetapan harga kopi itu bisa dibuat dan tidak bertentangan dengan aturan perundang-undangan yang berlaku, penulis rasa pemerintah perlu segera membuat aturan tersebut.

Jika ada regulasi yang mengatur tentang penetapan harga kopi, tentunya ada sanksi yang berlaku bagi pihak-pihak yang tidak mentaati regulasi tersebut.

Karena, roda perekonomian Rejang Lebong khususnya dan Provinsi Bengkulu pada umumnya, masih sangat bergantung sekali dengan petani. Petani sejahtera, roda perekonomian Provinsi Bengkulu berputar dan Provinsi Bengkulu akan keluar dari zona 10 besar provinsi termiskin.***

Penulis: Iman Kurniawan

Baca Artikel Menarik Lainnya di Sini, sayang untuk anda lewatkan.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

close